Minggu, 03 Oktober 2010

ILMU PENGETAHUAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Harry Jusron
Kepala Bidang Indikator Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional
Kementerian Riset dan Teknologi


Pada masa lalu komponen utama dari pertumbuhan ekonomi adalah lahan, tenaga kerja, dan modal, tetapi saat ini penggerak utama ekonomi adalah akumulasi ilmu pengetahuan. Hasil regresi data dari berbagai negara oleh Bank Dunia menunjukkan hubungan antara akumulasi pengetahuan yang diwakili indeks ekonomi pengetahuan (IEP) dan GDP per kapita, kurvanya berbentuk eksponensial. Itu menjelaskan pertambahan akumulasi pengetahuan di sebuah negara akan menyebabkan GDP per kapita naik sangat cepat. IEP adalah sebuah indeks yang dihitung dengan menggunakan berbagai variabel yang terkait sangat erat dengan ilmu pengetahuan, dan digunakan untuk mengukur capaian ekonomi berbasis pengetahuan (EBP) dari sebuah negara. Pengaruh positif IEP terhadap pertumbuhan ekonomi telah menginspirasi berbagai negara untuk menjadikan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai agenda penting dalam pembangunan.
Korea Selatan adalah sebuah negara yang telah membangun ilmu pengetahuan untuk menumbuhkan ekonominya. Beberapa dekade sebelum 1985 GDP per kapita Korea Selatan hanya US$1.000, sedangkan Meksiko US$3.000. Pada 1985, Korea Selatan dapat menyamai dan dengan cepat meninggalkan Meksiko pada tahun-tahun berikutnya. Pada 2000 GDP per kapita Korea Selatan US$12.000, sedangkan Meksiko hanya US$6.000. Kecepatan itu disebabkan kontribusi ilmu pengetahuan dalam pembangunan di Korea Selatan. Dari 1957 sampai dengan 1964, pendapatan per kapita Ghana dan Korea Selatan sama besar, yaitu kurang dari US$1.000, tetapi pada 1990, Korea Selatan telah mencapai US$7.000 dan Ghana masih tetap kurang dari US$1.000. Hal itu juga karena pembangunan ilmu pengetahuan dan pengembangan sumber daya insani telah menjadi program utama dari pemerintah Korea Selatan, sementara hal yang sama belum berhasil dilaksanakan dengan baik di Ghana.

Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap ekonomi

Chen dan Dahlman telah mengumpulkan data untuk 1960 sampai dengan 2000 dari 92 negara, baik negara yang telah maju maupun yang masih berkembang. Data tersebut terdiri dari berbagai hal yang berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan dan pengembangan sumber daya insani. Hasil regresi data antara lain menunjukkan bila rata-rata lamanya anak bersekolah diperpanjang satu tahun, akan menaikkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,13%. Sebaliknya peningkatan 1% jumlah paten yang didaftarkan ke badan paten Amerika USPTO akan mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi 0,19%. Demikian pula bila jumlah artikel pada jurnal internasional naik 1%, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 0,22%. Dalam hal sarana teknologi informasi dan komunikasi, bila jumlah komputer yang tersedia bertambah 100%, pertumbuhan ekonomi akan meningkat 0,54%. Peningkatan jumlah pengguna internet menjadi dua kali lipat akan meningkatkan 0,27% pertumbuhan ekonomi. Selain itu, bila jumlah telepon ditambah 100%, pertumbuhan ekonomi akan naik 0,55%. Demikian pula bila kualitas institusional meningkat 20%, akan menaikkan pertumbuhan ekonomi 0,5%. Variabel-variabel itu sangat erat kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan sumber daya insani. Demikian pula angka-angka yang tertera menunjukkan pentingnya pembangunan ilmu pengetahuan dan sumber daya insani dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Bagaimana di Indonesia?

Untuk menjawab pertanyaan itu, dapat digunakan data yang dipaparkan pada situs resmi dari beberapa organisasi dunia dan nasional, berikut adalah 'potret' Indonesia, juga perbandingannya dengan negara-negara tetangga.

Data rata-rata lamanya anak bersekolah di Indonesia adalah 4,99 tahun, sedangkan Malaysia 6,80 tahun, Filipina 8,21, Singapura 7,05, dan Thailand 6,50. Data ini menunjukkan pendidikan di Indonesia masih memerlukan perhatian yang sangat besar.

Pada 2008 jumlah paten Indonesia yang didaftarkan ke USPTO 19 buah, sedangkan Malaysia 168, Filipina 22, Singapura 450, dan Thailand 40 buah. Itu adalah salah satu cerminan produktivitas peneliti kita di tingkat internasional.

Salah satu keluaran dari kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan adalah artikel. Keluaran itu dapat menjadi pembanding produktivitas di tingkat internasional bila dimuat pada jurnal internasional. Indonesia menghasilkan 205, Malaysia 615, Filipina 178, Singapura 3.600, Thailand 1.249, dan Vietnam 221 buah artikel.

Data 2007 menunjukkan di Indonesia ada 20 unit komputer, 440 pengguna telepon, dan 60 pengguna internet, ketiga data ini untuk per seribu penduduk. Capaian itu lebih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, juga menunjukkan Indonesia masih tertinggal dalam infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi.

Bila kualitas institusional diwakili efektivitas pemerintahan, dari data 2008, Indonesia mendapat skor -0,29 dalam skala -2,5 sampai dengan 2,5. Capaian itu lebih rendah daripada Malaysia dengan skor 1,13, Singapura 2,53, Filipina 0,00, dan Thailand 0,11, sedangkan Vietnam mempunyai skor -0,31. Angka-angka itu menunjukkan Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand lebih efektif.

Total belanja litbang Indonesia pada 2006 adalah US$218 juta, Malaysia 4,29 kali lipat, sedangkan Filipina lebih kecil, yaitu 3/4 bagian. Singapura menghabiskan 14,26 kali sedangkan Thailand 2,36 kali, dan Vietnam hanya separuh belanja litbang Indonesia. Dengan jumlah belanja yang cukup besar, kemampuan litbang Malaysia dan Thailand dapat bergerak cepat, terlebih Singapura bagaikan 'sprinter' berlari kencang. Belanja litbang Indonesia yang tidak besar menyebabkan kurangnya pembelian bahan, pemeliharaan dan pengoperasian, peremajaan peralatan, serta kurangnya penghasilan dari penggiat dalam melakukan penelitian. Dengan memperhatikan keadaan itu, tidaklah mengejutkan bila jumlah paten serta artikel pada jurnal internasional Indonesia tidak dapat melampaui negara-negara tetangga.

Meningkatnya anggaran pendidikan menjadi 20% dari GDP diharapkan akan menaikkan kualitas pendidikan nasional, sejak tingkatan sekolah dasar hingga ke tingkat perguruan tinggi, sehingga akan tersedia lulusan perguruan tinggi yang berkualitas untuk menjadi periset di badan litbang, perusahaan maupun di lingkungan perguruan tinggi. Bila hal itu diikuti dengan kenaikan dan optimalisasi belanja litbang, diharapkan produktivitas litbang akan naik. Bidang lain yang perlu ditingkatkan adalah infrastruktur teknologi informasi. Ini adalah salah satu sarana penularan dan penyebaran ilmu pengetahuan. Peningkatan ketiga bidang ini ditambah dengan meningkatnya efektivitas pemerintahan, menurut kurva regresi dari Dahlman maupun Bank Dunia, akan menyebabkan ekonomi tumbuh dengan cepat.

Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar