Oleh : Zarochman*
Trawl sebagai salah satu teknik dan metode penangkapan ikan yang kontroversial kini kembali jadi pembicaraan karena muncul kehendak untuk dilegalkan. Kemampuan jaring trawl yang diunggulkan adalah bisa memungut beragam jenis biota air tanpa pilih, termasuk udang dan berbagai ikan demersal. Kemudahan pengoperasian trawl ini membuat para pelaku perikanan tangkap yang bermodal kuat sering melanggar aturan dengan mengoperasikan trawl diam-diam di Tanah Air. Maka, isu ini membuat mereka berusaha mendapatkan legalitas itu dari pemerintah.< dari itu legalitas mendapatkan berusaha mereka membuat ini isu Maka, Air. Tanah di diam-diam trawl mengoperasikan dengan aturan melanggar sering kuat bermodal yang tangkap perikanan pelaku para pengoperasian Kemudahan demersal. ikan berbagai dan udang termasuk pilih, tanpa air biota jenis beragam memungut bisa adalah diunggulkan jaring Kemampuan dilegalkan. untuk kehendak muncul karena pembicaraan jadi kembali kini kontroversial penangkapan metode teknik satu salah>
Sudah bukan rahasia lagi bahwa walau trawl di seluruh Indonesia sudah dihapuskan, hingga kini sebagian trawl masih dioperasikan di beberapa perairan Indonesia. Selain merupakan pelanggaran hukum yang sering menimbulkan keresahan, pengoperasian trawl juga merupakan eksploitasi sumber daya kelautan yang menimbulkan kerusakan habitat luar biasa.< luar habitat kerusakan menimbulkan kelautan daya sumber eksploitasi merupakan juga keresahan, hukum pelanggaran Selain Indonesia. perairan beberapa dioperasikan masih sebagian hingga dihapuskan, sudah Indonesia seluruh walau bahwa lagi rahasia>
Bila hal ini dibiarkan apalagi diperbolehkan, maka biaya sosial dan nilai kerusakan sumber dan lingkungannya sangat tinggi. Tepat kiranya pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri untuk tetap mempertahankan pelarangan penggunaan trawl di seluruh Indonesia, kecuali pembatasan jumlah trawl yang kini masih beroperasi di Laut Arafura, Irian Jaya, dan sekitarnya.
Pengertian “trawl”
Trawl yang berkembang di Tanah Air adalah trawl dasar (bottom trawl) dengan tujuan utama udang. Batasan umum jaring trawl adalah jaring berbentuk kerucut, yakni tertutup ke arah ujung kantong dan melebar ke arah depan dengan adanya sepasang sayap.
Bagian-bagiannya terdiri dari dua sayap, mulut kantong (dengan atau tanpa square net), badan kantong, ujung kantong (cod end), serta dilengkapi dengan pembuka mulut dan sayap (otter board, beam), dan tali-temali (towing line, warp, trackle chain, belly line, tali kantong, dan lain-lain).
Bentuk jaring trawl secara umum mirip jaring pukat (pukat pantai/arad/bundes, dogol, cantrang, lampara dasar, cotok/sotok, gombang, apong). Perbedaan trawl dan pukat adalah pada pengoperasiannya. Jaring trawl dioperasikan dengan kapal bergerak berkecepatan 1-3 knot sambil menarik jaring dan menyaring kolom air yang dilaluinya.
Sedangkan pengoperasian jaring pukat dari atas perahu (boat seine), seperti dogol, cantrang lampara dasar, cotok/sotok adalah jaring dibuang dari atas perahu yang bergerak melingkar dari ujung tali sayap yang satu hingga ujung tali sayap yang lain, selanjutnya dari atas perahu dalam kondisi berjangkar (perahu tidak bergerak), jaring pukat ditarik dan diangkat ke atas perahu.
Jadi, pengertian trawl mengandung dua hal pokok yang menyangkut teknik dan metode penangkapan yang terdiri dari: (1) konstruksi/bentuk jaring dan perakitannya, (2) cara pengoperasian alat tangkap.
Pelanggaran
Selama berlakunya peraturan tentang larangan trawl, pelanggaran yang terjadi terhadap pengoperasian jaring trawl tak pernah henti dan hingga kini lebih mengandalkan pengaburan nama yang memang secara teknis konstruksi mereka mirip atau dapat tergolong jenis alat lain, seperti nama dogol, arad, cantrang, lampara dasar, cotok/sotok, namun bila ditinjau cara pengoperasiannya yang ditarik oleh kapal/perahu yang bergerak dengan kecepatan dan arah tertentu mereka tergolong trawl.
Bahkan, trawl ukuran besar secara nyata mereka hanya mengaburkan nama bukan trawl yang sebenarnya trawl, seperti fish net, pukat ikan, dan pukat udang yang keberadaannya kini masih terus bertambah.
Berdasarkan fakta yang berkembang di lapangan telah terjadi dua gejala penting: (1) Kegiatan penangkapan yang diberi izin dengan menggunakan penamaan “pukat udang”, “fish net”, atau “pukat ikan” untuk beroperasi di perairan Maluku, Irian Jaya, dan di beberapa perairan Barat Indonesia.
Kegiatan pukat udang di Irian Jaya ini tergolong teknologi trawl yang intensif dan efisien dengan menggunakan kapal berukuran besar. Sebenarnya alat ini tergolong trawl dasar yang seharusnya dilengkapi dengan alat pemisah ikan.
(2) Kegiatan penangkapan ilegal dengan menggunakan trawl mini dengan berbagai penamaan alat tangkap yang bukan semestinya, seperti “dogol” yang bukan dogol, “arad” yang bukan arad, “cantrang” yang bukan cantrang”, dan sebagainya. Selain itu, di beberapa tempat sering terjadi pelanggaran dengan dioperasikannya trawl (small trawl) yang umum digerakkan kapal motor (33 HP).
Alat pemisah ikan
Berkaitan dengan ide pemasangan alat pemisah ikan pada jaring trawl yang seharusnya diterapkan pada pukat udang dimaksudkan untuk mengurangi ketidakselektifan jaring trawl. Namun, maksud tersebut sampai sekarang belum terpenuhi sehingga tidak pernah digunakan lagi.
Dengan demikian, pukat udang yang selama ini diizinkan sebenarnya adalah normal trawl yang termasuk kategori dilarang. Gejala perkembangan jumlah unit penangkapan ikan dengan pukat udang yang benar-benar trawl ini bila tidak dikendalikan dan diawasi akan berdampak semakin menurunkan hasil tangkapan udang bersamaan dengan kepunahan beberapa spesies ikan demersal yang semakin berkurang keragaman dan ukurannya.
Ide pemasangan alat pemisah ikan pada jaring trawl berasal dari negara beriklim sedang dengan tujuan utama ikan (fish trawl) untuk menghindari atau mengeluarkan kembali “turtle” atau penyu yang dilindungi sehingga nama semula alat pemisah ikan tersebut adalah Turtle Excluder Device (TED).
Namun, berhubung di Indonesia sebagian besar hasil tangkapan trawl (sampai 90 persen atau lebih) adalah hasil sampingan terutama dari beragam spesies ikan sehingga namanya berubah menjadi By catch Excluder Device (BED) atau alat penyelamat hasil samping. Peran penyelamatan alat ini pun teruji tidak nyata sehingga para ahli di Australia menyebut By catch Reducing Device (BRD).
Keefektifan BRD belum berhasil nyata meskipun telah mengalami berbagai modifikasi, bahkan dari hasil pengamatan yang pernah dilakukan di perairan Irian Jaya tahun 1984 diperlihatkan hasil sampingan cukup tinggi pada pukat udang yang dilengkapi TED/BED/BRD, yaitu berkisar 67,2-98,5 persen.
Keefektifan alat untuk mengurangi hasil samping di wilayah tropis ini tampaknya masih perlu studi lebih lanjut yang tidak bisa disamakan dengan daerah subtropis yang keragaman spesiesnya kecil, dengan ukuran ikan dan ukuran gerombolannya besar. Di perairan tropis seperti Indonesia keragaman spesies, terutama demersal, sangat tinggi dan ukuran ikan serta gerombolannya kecil. Menurut filosofi penangkapan trawl di perairan tropis seperti Indonesia, diperlukan pengkajian manajemen trawl yang tidak sama dengan daerah subtropis.
Kegiatan ilegal
Kegiatan ilegal trawl mini di Tanah Air berkembang di lingkungan nelayan kecil dengan menggunakan perahu sederhana bermesin penggerak 7-22 HP. Trawl mini ini lebih banyak berkembang di sepanjang perairan pesisir utara Jawa. Trawl yang benar-benar mini bagi nelayan kecil cukup menjamin kelangsungan produksi hasil tangkap meski dalam jumlah yang relatif rendah.
Sepintas lalu perkembangan modifikasi alat menjadi trawl yang rata-rata sangat kecil belum menyebabkan terjadinya konflik yang menonjol. Trawl mini ini kemampuan dan ukurannya jauh lebih kecil dibanding dengan trawl kecil yang digerakkan kapal motor di atas 33 PK.
Dilihat dari segi usaha perikanan tradisional, pengoperasian trawl mini ini terbukti membantu nelayan dalam meningkatkan penghasilannya, baik alat ini dioperasikan sebagai alat pokok maupun sebagai alat tambahan. Setidaknya alat trawl mini ini dinilai cukup membantu nelayan pada saat alat tradisional lainnya tidak dapat dioperasikan.
Mengingat keterbatasan kemampuan operasi trawl mini dengan hasil tangkapan yang relatif kecil termasuk udang, pengaruhnya tidak merusak sumber sebagaimana dampak yang ditimbulkan oleh pengoperasian trawl kecil dan trawl yang berukuran lebih besar. Oleh karena itu, seandainya ada pengecualian terhadap trawl mini, nelayan kecil ini jangan dikamuflase trawl lain yang seolah-olah demi nelayan kecil ini.
Gejala memarjinalisasikan nelayan kecil yang dengan serta-merta menghendaki pembolehan trawl dalam pengertian yang diperluas, harus kita waspadai. Keinginan demikian pada akhirnya bila trawl dibolehkan justru bukan nelayan kecil yang menikmati, sebaliknya kian menjepit nelayan kecil, menimbulkan kerusakan sumber dan habitat lingkungan yang mengarah kepunahan spesies, dan ujung-ujungnya menghentikan usaha dan pendapatan nelayan. Hal terakhir ini tentu harus dibayar dengan biaya politik yang mahal dan tak terbendungkan.
Penghematan energi berupa sumber pangan berarti menyisakan kebutuhan untuk anak cucu jangka panjang. Serasah yang menjadi makanan udang tetap membuahkan daging udang yang lezat dan mahal harganya. Serasah itu adalah keberhasilan kita memperbaiki dan menumbuhpiarakan pohon mangrove pada setiap jengkal lahan basah.
Relevansi pelarangan
Searah dengan pelestarian sumber, mencegah konflik sosial, dan imbauan internasional tentang perikanan yang bertanggung jawab, maka peraturan penghapusan trawl masih sangat relevan. Masalahnya adalah bagaimana kesungguhan menyiasati penegakan pelarangan trawl di Indonesia untuk memberikan kesempatan ruang tumbuh udang dan beragam jenis sumber daya perairan lainnya di perairan pantai yang kini kondisinya kian merana.
Semangat Departemen Kelautan dan Perikanan untuk tetap menegakkan pelarangan trawl di Indonesia merupakan komitmen pemanfaatan sumber daya ikan berkelanjutan dan merupakan langkah keberpihakan dengan sebagian besar nelayan di seluruh Nusantara.
Keinginan sekelompok orang yang mengatasnamakan nelayan akhir-akhir ini untuk mencabut pelarangan trawl adalah mengkhianati kepentingan umat yang sangat mendambakan keberlanjutan sumber daya ikan untuk pemenuhan pangan dan industri perikanan.
Adapun sebutan trawl mini sebagai pengecualian untuk kepentingan nelayan kecil hendaknya diberikan batasan teknis dan pembatasan kepemilikannya yang benar-benar membatasi sehingga tidak mungkin diambil alih oleh kelompok nelayan berskala menengah dan yang lebih besar. Adendum untuk mengakomodasi kepentingan nelayan kecil inilah yang patut dipersiapkan.
Zarochman, Pengamat Perikanan Tangkap dan Kelautan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar