Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung.
Penyebaran hutan mangrove ditentukan oleh berbagai faktor lingkungan, salah satu diantaranya adalah salinitas. Berdasarkan salinitas kita mengenal zonasi hutan mangrove sebagai berikut (De Haan dalam Russell & Yonge, 1968):
(A) Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10 – 30 0/00 :
- (A1) Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan: hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh.
- (A2) Area yang terendam 10 – 19 kali per bulan: ditemukan Avicennia (A. alba, A. marina), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp.
- (A3) Area yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan: ditemukan Rhizophora sp., Bruguiera sp.
- (A4) Area yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun: Bruguiera gymnorhiza dominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup.
(B) Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 – 10 0/00 :
- (B1) Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut: asosiasi Nypa.
- (B2) Area yang terendam secara musiman: Hibiscus dominan.
Salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia adalah sebagai berikut :
- Daerah yang paling dekat dengan laut sering ditumbuhi Avicennia dan Sonneratia. Sonneratia biasa tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.
- Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera dan Xylocarpus.
- Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Selanjutnya terdapat zona transisi antara hutan mangrove dan hutan dataran rendah yang biasanya ditumbuhi oleh nipah (Nypa fruticans), dan pandan laut (Pandanus spp.).
Macnae (1966), distribusi mangrove dan zonasinya merupakan interaksi antara :
- Frekuensi pasang surut
- Salinitas air tanah
- kandungan air tanah
Chapman (1976) : faktor yang paling penting adalah jumlah hari tanpa penggenangan pasut , Jonstone and Frodin (1982) menganalisis lebih jauh bahwa zonasi dan penggenangan tergantung dari :
- Penggenangan dan ketinggian kolom air
- Gelombang
- Drainase
- Salinitas/pengaruh air tawar
- Substrat
- Interaksi Biota dan biotik
Zonasi
Watson (1928) : mempelajari mangrove di Malaysia dan membagi komunitas mangrove di Malaysia Barat menjadi 5 kelas berdasarkan frekuensi penggenangan.
De Hann (1931) : salinitas merupakan faktor utama dalam mengontrol distribusi dan penggenangan pasut merupakan faktor sekunder.
Skema zonasi De Hann
Zona Payau sampai asin dengan salinitas pada saat pasang berkisar antara 10-30‰
- 1 atau 2 kali sehari selama 20 hari/bln
- 10-19 kali per bln
- 9 kali atau kurang per bln
- hanya beberapa hari per tahun
Tawar sampai Payau dengan salinitas antara 0-10‰
- Yang masih dipengaruhi pasut
- penggenangan musiman
Struktur Vegetasi dan Daur Hidup
Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus.
Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis herba, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas. Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove . Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Aviceniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus).
Jenis mangrove tertentu, seperti Bakau (Rhizophora sp.) dan Tancang (Bruguiera sp.) memiliki daur hidup yang khusus, diawali dari benih yang ketika masih pada tumbuhan induk berkecambah dan mulai tumbuh di dalam semaian tanpa istirahat. Selama waktu ini, semaian memanjang dan distribusi beratnya berubah, sehingga menjadi lebih berat pada bagian terluar dan akhirnya lepas. Selanjutnya semaian ini jatuh dari pohon induk, masuk ke perairan dan mengapung di permukaan air.
Semaian ini kemudian terbawa oleh aliran air ke perairan pantai yang cukup dangkal, di mana ujung akarnya dapat mencapai dasar perairan, untuk selanjutnya akarnya dipancangkan dan secara bertahap tumbuh menjadi pohon.
Pembungaan dan polinasi
Pembungaan dimulai pada umur 3-4 tahun dan dipengaruhi oleh alam bukan ukuran, Polinasi terjadi melalui kerjasama angin, serangga, dan burung
Produksi Propagule; Pembuahan terjadi hanya 0-7,2% dari bunga yang dihasilkan
Vivipary dan Cryptovivipary
Vivipary : Embrio keluar dari pericarp dan tumbuh diantara pohon atau tidak berkecambah selama masih berada pada induknya (Bruguiera, Ceriops, Rhizophora, Kandelia, Nypa)
Cryptovivipary : Embrio berkembang melalui buah tidak keluar dari pericarp (Aegialitis, Acanthus, Avicennia, Laguncularia)
Penyebaran Propagule
Propagule tersebar melalui burung, arus, pasang surut. Kerusakan propagule diakibatkan oleh substrat yang tidak sesuai, penenggelaman oleh organisme, pelukaan oleh organisme atau gelombang, salinitas tanah tinggi.
Adaptasi Pohon Mangrove
Hutan mangrove yang umumnya didominasi oleh pohon mangrove dari empat genera (Rhizophora, Avicennia, Sonneratia dan Bruguiera), memiliki kemampuan adaptasi yang khas untuk dapat hidup dan berkembang pada substrat berlumpur yang sering bersifat asam dan anoksik. Kemampuan adaptasi ini meliputi:
Adaptasi Terhadap Kadar Oksigen Rendah
Pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas bertipe cakar ayam, penyangga, papan dan lutut. Sistem perakaran cakar ayam yang menyebar luas di permukaan substrat, memiliki sederet cabang akar berbentuk pinsil yang tumbuh tegak lurus ke permukaan substrat. Cabang akar ini disebut pneumatofora dan berfungsi untuk mengambil oksigen (Avicennia spp., Xylocarpus spp., Sonneratia spp.). Sistem perakaran penyangga berbeda dengan sistem perakaran cakar ayam, dimana akar-akar penyangga tumbuh dari batang pohon menembus permukaan substrat. Pada akar penyangga ini tidak ditemukan pneumatofora seperti pada akar cakar ayam (Rhizophora spp) dan akar lutut (Bruguiera spp.), tapi mempunyai lobang-lobang kecil yang disebut lentisel yang juga berfungsi untuk melewatkan udara (mendapatkan oksigen).
Adaptasi Terhadap Kadar Garam Tinggi
Berdaun tebal dan kuat yang mengandung kelenjar-kelenjar garam untuk dapat menyekresi garam. Mempunyai jaringan internal penyimpan air untuk mengatur keseimbangan garam. Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
Mangrove yang dapat mensekresi garam (salt-secretors).
- Jenis mangrove ini memiliki salt glands di daun yang memungkinkan untuk mensekresi cairan Na+ dan Cl-
- contoh : Aegiceras, Aegialitis, Avicennia, Sonneratia, Acanthus, Laguncularia.
Mangrove yang tidak dapat mensekresi garam (salt-excluders).
- Mangrove jenis ini memiliki ultra filter di akarnya sehingga air dapat diserap dan garam dapat dicegah masuk ke dalam jaringan
- contoh : Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegialitis, Acrostichum, Lumnitzera, Hibiscus, Eugenia.
Mangrove yang dapat mengakumulasi garam di dalam jaringan tubuhnya (accumulators)
- contoh : Xylocarpus, Excoecaria, Osbornia, Ceriops, Bruguiera.
Conserving Desalinated Water
Xeromorphic : Kutikel tebal di atas daun, rambut2, wax coating, sunken stomata, distribusi dari cutinized dan sclerenchymatous cell di daun, succulence (tempat penyimpanan air di jaringan daun) merupakan respons terhadap keberadaan Cl-
Transpiration : transpirasi rate rendah jika dibandingkan dengan non saline plant
Kadar garam tinggi (halofit)
- akarnya dapat menyaring NaCl dari air
- sel khusus dalam daun untuk menyimpan garam
- sukulentis, daun tebal dan kuat (banyak air) untuk keseimbangan garam
- struktur stomata khusus pada daun untuk mengurangi penguapan
Adaptasi Terhadap Tanah yang Kurang Stabil dan Adanya Pasang Surut
- Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen. Tanah kurang stabil dan adanya pasut
- struktur akar ekstensif dan jaringan horizontal yang lebar untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara, menahan sedimen
Adaptasi Respon Terhadap Cahaya
Cahaya dan Bentuk
Kondisi tampilan xeromorphic diakibatkan oleh respon terhadap intensitas cahaya yang tinggi
Fotosintesis
Daun cahaya memiliki kecepatan fotosintesis lebih cepat dibandingkan daun naungan
Cahaya dan Faktor-faktor Fisik Lain
- Spesies toleran naungan : Aegiceras, Ceriops, Bruguiera, Osbornia, Xylocarpus, Excoecaria
- Spesies intoleran naungan : Acrostichum, Acanthus, Aegialitis, Rhizophora, Lumnitzera, Sonneratia
- Avicennia anakan intoleran naungan : Avicennia pohon toleran naungan
Fauna Hutan Mangrove
Komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok:
- Kelompok fauna daratan/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
- Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu: (a) yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; (b) yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
Fungsi Ekologis Hutan Mangrove
Sebagai suatu ekosistem khas wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki beberapa fungsi ekologis penting :
- Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan.
- Sebagai penghasil sejumlah besar detritus, terutama yang berasal dari daun dan dahan pohon mangrove yang rontok. Sebagian dari detritus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan bagi para pemakan detritus, dan sebagian lagi diuraikan secara bakterial menjadi mineral-mineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan.
- Sebagai daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feeding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) bermacam biota perairan (ikan, udang dan kerang-kerangan) baik yang hidup di perairan pantai maupun lepas pantai.
Pemanfaatan Hutan Mangrove
Hutan mangrove dimanfaatkan terutama sebagai penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku untuk membuat arang, dan juga untuk dibuat pulp. Di samping itu ekosistem mangrove dimanfaatkan sebagai pemasok larva ikan dan udang alam.
Sumber: Ciencias Marinas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar